Skip to main content

Catcalling

Jadi, di sini aku mau sharing pengalaman yang aku alami pada Sabtu, 23 Februari 2018 lalu. Sebenarnya tidak kali ini saja aku mengalami pengalaman seperti ini. Namun, sering aku alami sepanjang hidupku sebagai seorang perempuan. Tidak hanya aku saja yang mengalami pengalaman seperti ini. Namun, sebagain besar perempuan di dunia juga mengalami hal yang serupa dengan apa yang aku alami ini.

Siang itu, aku dan satu teman perempuanku sedang berjalan-jalan di Galeria Mall. Setelah bosan di mall tersebut, aku dan temanku itu berniat ke Gramedia. Karena lokasinya lumayan dekat dan untuk menghemat biaya transportasi, kami berdua memutuskan untuk berjalan kaki saja. Kami berdua mau menyebrang ke RS. Bethesda (depan Galeria Mall persis). Saat kami mau menyebrang, aku melihat di sebelah kiriku ada segerombolan perempuan juga yang mau menyebrang. Kami semua menunggu hingga lampu merah. Saat lampu lalu lintas sudah menunjukkan warna merah, kami semua pun menyebrang. Di saat suasana jalan sudah lengah, aku melihat satu pengendara sepeda motor (dua orang laki-laki boncengan) hendak lewat di depan kami. Kami semua pun agak melambatkan jalan ketika menyebrang. Awalnya aku biasa aja lah ya, tapi lama-lama aku perhatiin kok motor itu makin melambatkan lajunya dan mendekat ke arah kami. Lalu, laki-laki yang dibonceng temannya ini senyum-senyum ke arah kami semua dan ketika lewat di depan kami dia melontarkan kata, "Haiiii!" dan temannya yang mengendarai motor ini juga senyum-senyum ke arah kami. Kemudian mereka berlalu sambil ketawa-tawa (padahal gak ada yang lucu). Aku spontan dong ya teriakin mereka berdua dengan suaraku yang tegas, "Mulutnya dijaga woi!". Entah mereka dengar atau malah asik ketawa-tawa, yang penting aku sudah bersuara menentang perbuatan yang mereka lakukan itu. Gerombolan perempuan yang menyebrang bersamaku hanya berbisik-bisik dengan teman-temannya mengomentari pengendara yang telah berlalu itu. Namun, aku tetap bisa dengar mereka ngomong apa saja. Ya intinya mereka sebenarnya juga menentang perbuatan yang pengendara tadi lakukan, tapi aku tahu mereka kaget ataupun takut untuk bersuara.


Di atas ini adalah salah satu pengalaman yang sering aku (dan para perempuan lain) alami ketika sedang berjalan-jalan di ruang publik. Kalian bisa sebut perbuatan yang dilakukan oleh pengendara itu sebagai 'catcalling'Catcalling merupakan tindakan berupa siulan, teriakan, sapaan, bahkan komentar yang bersifat menggoda dan tak enak untuk didengar serta menimbulkan perasaan tidak nyaman1.

Gak habis pikir aku setelah mendapat pengalaman seperti itu (lagi dan lagi). Banyak pertanyaan yang terbesit di dalam otakku. "Ini orang kurang diperhatiin atau gimana sih?", "Emang kalo kaya gitu bisa langsung dapetin perhatiannya cewek-cewek yang mereka godain?", "Emang kalo nge-catcalling gitu terus dipandang hebat?", dll. Dari sekian pertanyaan yang muncul di kepalaku itu, ada beberapa pertanyaan yang memang udah bisa aku jawab sendiri (berdasarkan pengalaman yang aku alami) ataupun dari jurnal dan buku-buku yang aku baca.


Kurang diperhatiin atau gimana sih? Bisa jadi memang mereka kurang perhatian sehingga menggoda para perempuan. Namun, adanya sistem patriarki di mana 'laki-laki dipandang lebih berkuasa daripada wanita' juga bisa menjadi penyebab mengapa mereka leluasa melakukannya.



Emang kalo kaya gitu bisa langsung dapetin perhatiannya cewek-cewek yang mereka godain? Tidak. Bukannya mereka dapat perhatian eh tapi malah dapet label jelek dari para perempuan yang mereka godain.



Emang kalo nge-catcalling gitu terus dipandang hebat? Sama sekali tidak. Sebenarnya kalau mereka melakukan hal tersebut, bukan menunjukkan bahwa mereka hebat melainkan menunjukkan bahwa mereka tidak bisa menghargai perempuan, dan hal tersebut sama sekali tidak dianggap hebat.



Kaum laki-laki mungkin menganggap itu hanya sebuah keisengan saja. Apalagi mereka melakukannya secara spontan sambil ketawa-tawa dan mereka tidak mengenal para perempuan tersebut2. Tanpa sadar apa yang mereka lakukan tersebut termasuk sebuah pelecehan di jalan atau street harassment.

Ada sebuah hal miris yang aku temukan, yaitu munculnya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa hal tersebut adalah hal wajar atau biasa yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Juga ada persepsi dari sisi para perempuan yang beranggapan bahwa catcalling merupakan suatu pujian terhadap dirinya. Padahal catcalling sendiri sama sekali bukan merupakan sebuah pujian.

Fenomena catcalling atau verbal street harassment merupakan sesuatu yang hampir selalu dialami atau disaksikan oleh setiap orang di dalam kehidupannya, dengan perempuan sebagai korban sementara laki-laki cenderung untuk tidak diobjektifikasi secara seksual oleh orang-orang asing3. Meskipun begitu, bukan berarti laki-laki terbebas dari ancaman tersebut. Baik perempuan maupun laki-laki berpotensi menjadi korban.












Sumber:
1 https://www.kompasiana.com/religiusperdana/fenomena-catcall-perempuan-bukan-objek-lelucon_58f63406d47a61663511efe5
2 https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/catcalling-adalah-pelecehan-bukan-semata-canda
3 https://sites.evergreen.edu/socialanimal/wp-content/uploads/sites/172/2016/03/TheSocialAnimalCatcalling.pdf

Comments

Popular posts from this blog

Feminisme: Definisi dan Tipe

Hai! Kali ini aku ingin membahas sesuatu yang agak berat. Hmm tentang sebuah paham yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan dan yang katanya isinya perempuan semua (masa sih?). Apa hayoo? Yup! Jawabannya adalah feminisme. Mungkin kalian pernah mendengar tentang paham ini atau mungkin kalian sama sekali gak tahu dan bertanya-tanya apa sih feminisme itu. Oke, dengan pengetahuan yang aku dapatkan dari berbagai referensi buku, video, orang, dll, mari kita bahas apa itu feminisme. Menurut June Hannam di dalam buku Feminism, kata feminisme bisa diartikan sebagai: 1. A recognition of an imbalance of power between the sexes, with woman in a subordinate role to men. 2. A belief that woman condition is  social constructed and therefore can be changed. 3. An emphasis on female autonomy. Singkatnya, feminisme adalah sebuah paham yang muncul ketika perempuan menuntut untuk mendapatkan kesetaraan hak (sosial, politik, dan ekonomi) yang sama dengan laki-laki . Selanjutn...

2016

Kau mendapat surat dari seorang perempuan yang hatinya sudah hancur berkali-kali. Entah apa yang para lelaki sebelumnya perbuat hingga hatinya hancur berkeping-keping. Tapi, kau tak perlu tahu siapa saja mereka. Sudah lewat masanya, tak perlu diingat. Perempuan ini mudah jatuh cinta. Namun, entah apa yang terjadi, suatu hari ia bersumpah untuk berhenti sejenak mencintai laki-laki. Katanya, "Sudah cukup. Aku sudah muak!". Ia sibuk memperbaiki hatinya yang sudah hancur menjadi potongan-potongan kecil. Satu  demi satu ia rangkai potongan itu. Lalu, ia menempelkannya dengan lem yang kuat agar tak ada yang terpisah lagi. Kini hatinya tertutup rapat Tak ada satupun celah yang ia sisakan Tak ada yang bisa masuk Aku kira sumpahnya itu hanya main-main saja. Tapi ternyata, ia bersungguh-sungguh. Setiap kali ada laki-laki yang ingin mendekat dan tanpa pikir panjang, ia langsung menjauh seperti ujung utara dan selatan magnet. Jangan tanya rupa perempuan itu...

Lihatlah Sebentar

bolehkan aku bercerita sebentar tentang malam yang pekat tentang hujan yang lebat tentang hati yang tersekat ah, tapi mulutku tak berbakat di pojok ruangan kamu dilihat oleh seorang gadis perangkai ayat ia selalu melihat dengan matanya yang bulat namun kau enggan melihat maaf, dia memang tak kasat atau kau saja yang berhemat? saat ini pukul 12 lebih 8 menit pikirannya masih berkutat apakah kau tak ingin mengucapkan selamat? wajahnya sudah pucat kertas-kertas berselirat tulisan-tulisan telah tersemat ia merasa tenat Written on Tuesday, March 27th 2018